Saturday, October 27, 2018

Ihya Ulumuddin Imam Al Ghazali

Ihya Ulumuddin

Ihya Ulumuddin ini merupakan buku terjemahan Kitab Ihya Ulumuddin kedalam bahasa Indonesia oleh tim penerjemah Marja, dengan alih bahasa yang cukup berhasil. Buku terjemah yang berjumlah 12 Jilid ini nyaris tak melewatkan satu makna pun dari kitab aslinya yang menggunakan bahasa Arab. al-Quran, Hadits, Syair-Syair dan kutipan penting dalam bahasa Arab tidak dihilangkan, sehingga para pembaca bisa melacak argumen-argumen yang dipakai oleh al-Gazali dalam merangkai pemikiran Tasawufnya. Hanya penerjemah yang mumpuni yang bisa melakukannya, dan mereka patut diapresiasi.

Ihya Ulumuddin merupakan Karya yang ditulis pada masa perang Salib (1100-1300 M). Tak pelak Ihya Ulumidin menibulkan kontroversi luar biasa; alih-alih memobilisasi masa untuk terlibat dalam memperkuat barisan Islam, al-Gazali malah asyik menulis sebuah kitab. Imam Al-Gazali berkeyakinan, bahwa untuk mengembalikan kejayaan dan kekuatan umat Islam adalah dengan melakukan tajdid; pembaharuan, penyegaran, dan kontekstualisasi ilmu-ilmu Islam. Benar saja kitab Ihya Ulumidin mampu mengobarkan kesadaran masyarakat muslim, bukan hanya pada abad 11 hingga 13 M tapi juga hingga berabad-abad kemudian.

Temukan Biografi Lengkap Pengarang Kitab di Buku Biografi Imam Al Ghazali
Temukan Pula Buku Buku Islam Best Seller lainnya yang kami Rekomendasikan
Sejak Ihya Ulumuddin ditulis hingga kini, kitab ini diterima oleh banyak kalangan. Apresiasi para ulama terlihat dengan adanya syarah (komentar) Ihya al-Gazalai seperti Ittihaf Sadat al-mutaqin, di rangkum (khulashah), diringkas (muqtathaf), seperti dilakukan oleh al-Zabidi, Muhammad Abduh, Ahmad Hasyimi bahkan ulama kontemporer Habib Umar bin Hafidz dari Yaman.

Kontribusi penting Imam Al-Ghazali terhadap dunia Islam, atas sumbangsihnya dalam menulis Ihya Ulumuddin tak bisa disangkal. Seandainya diharuskan memilih satu dari sekian banyak keistimewaan Ihya Ulumidin, maka kenyataan bahwa Imam Al-Ghazali (dengan Ihya) mampu menjembatani persilangan antara Ulama Tasawuf seperti Abu Yazid al-Busthami, al-Syuhrawardi dengan kalangan Fiqh terutama kalangan Syafi'iyah dan Hanabilah. Kemampuan Imam Al-Ghazali dalam men-sintesa-kan antara keduanya menunjukan betapa ia adalah sosok yang mutafanin (menguasa banyak disiplin ilmu secara mendalam), bukan hanya itu ia mampu melacak sudut-sudut yang bisa di interconeksi dan di-integrasikan antara disiplin ilmu.


Tak heran, apabila dilihat dari karya-karyanya dalam bidang fiqh, tauhid, kalam, kedokteran, filsafat dan posisinya yang tinggi dalam tradisi Fiqh Madzhab Syafi'i (Mujtahid Fatwa), maka tak keliru apabila dikatakan bahwa Ihya Ulumuddin telah menjadikan Imam Al Ghazali sebagai sosok yang tak tergantikan, dan layak menyandang gelar Hujat al-Islam sebagaimana disematkan pada namanya oleh para ulama.

No comments:

Post a Comment